Kamis, September 6

Pantun Minangkabau # 03 : PERGI MERANTAU KARENA MISKIN

Dalam rubrik nomor 2 ini kita lanjutkan tamasya kita menikmati pantun-pantun Minangkabau. Dalam kesempatan ini kami sajikan 8 bait pantun lagi. Apresiasi singkat terhadap pantun-pantun tersebut, sebagai pedoman untuk mengecap kekhasan estetikanya, disajikan di bagian akhir tulisan ini.


9. 
Sirauik bao ka rimbo,
Ambiak paukia injok lukah,
Karam di lauik kito timbo,
Ilang di tanah bak apolah.

10. 
Cincin banamo Ganto Sori,
Tidak tamuek di kalingkiang,
Ilang kamano ka dicari?
Lauik bapaga bakuliliang.

11. 
Gadang-gadang kayu di rimbo,
Sikaduduak danguang-mandanguang,
Adang-adang hati paibo,
Dima duduak dima bamanuang.

12. 
Kalau ribuik Muaro Padang,
Si Ulando pasang mariam,
Marayau kabuik di hati dagang,
Dek alun tantu tampaik diam.

13. 
Sambilu sariak manganai tulang,
Kuliknyo juo diladuangkan,
Sajak ketek sampai ka gadang,
Sakik nan tidak tatangguangkan.

14. 
Kayu Aro bapaga bukik,
Bukik bapaga bilang-bilang,
Sansaro bukan sadikik,
Sajak ketek lalu ka gadang.

15. 
Batu bulek batu basagi,
Bak apo mamijakkannyo,
Sudah tasurek di mantagi
Bak mano mailakkannyo.

16. 
Balayia kapa dari Padang,
Masuak kualo Pulau Pinang,
Alang sakiknyo di ambo surang,
Kain basah kariang di pinggang.

Semua bait pantun di atas merefleksikan perasaan sedih dan nelangsa anak dagang Minangkabau di perantauan. Dalam baris-baris isi bait 9-12 terbayang perasaan gamang dagang Minangkabau di rantau nan jauh, juga perasaan kangen kepada Ranah Bundo. Terasa badan diri akan hilang ditelan rantau yang bertuah: karam di laut boleh ditimba, tapi kalau karam di tanah (baca: rantau) entah bagaimana nasib akhirnya. Mungkin tak akan dapat lagi menjejakkan kaki di tangga rumah ibunda di Ranah Minang sana. Baris-baris isi bait 10 sepertinya mengiaskan perantauan ke luar Sumatra, mungkin ke Jawa atau pulau-pulau lain: perantauan yang sudah menyeberangi laut, sudah keluar dari Pulau Andalas.

Lelaki Minang pergi marantau karena ingin mengubah nasib, ingin menjadi kaya, karena kemiskinan dan saritnya hidup di kampung. Kemiskinan yang diderita sejak kecil mungkin “sudah tasurek di mantagi” (sudah menjadi suratan tangan), sehingga tidak mungkin mengelak darinya (bait 15).

Bergedurunya si Pudin, si Amaik, dan banyak lelaki Minang yang lainnya menuju rantau bukan saja karena di kampung berguna belum, tapi karena orang nagari sering mencemeeh bahwa mereka sepertisarok balai yang hanya memberatkan masyarakat kampung. Dalam baris-baris isi bait 13-16 muncul beberapa kali kata sakik (dalam konteks ini artinya: kemiskinan) dan sansaro (sengsara). Kemiskinan dan kesengsaraan itulah antara lain yang menjadi faktor pendorong seorang dagang Minangkabau pergi merantau. Juga karena budaya matrilineal yang menempatkan kaum lelaki Minangkabau dalam posisi labil karena mereka tidak berkuasa atas harta pusaka dan tanah (lihat Mochtar Naim 1979). Tapi lebih dari itu, sistem matrilineal juga menimbulkan budaya materialisme yang khas di kalangan kaum wanita Minangkabau. Beberapa studi menunjukkan bahwa friksi di antara sesama saudara perempuan (terutama yang sudah bersuami) di Minangkabau cukup tinggi, membuat orang semenda di tengah keluarga matrilineal istrinya seperti berada di atas sangai.

Tapi rantau bukanlah surga yang menyediakan dengan mudah segala kesenangan yang dicita-citakan. Rantau memang tempat yang memberikan kemungkinan untuk mengubah nasib, tapi perlu perjuangan berat untuk meraihnya. Bila seorang sukses di rantau, maka tuah di kampung sudah menunggunya. Si penakluk rantau itu akan pulang ke Ranah Bundo untuk menunjukkan keberhasilannya, tanda ia kini sudah berhasil melawan dunia orang (lihatlah mobil-mobil rancak berseliweran jalan-jalan Sumatra Barat selama Lebaran). Dek ameh kameh, dek padi jadi, kata pepatah nenek moyang mereka. Nak kayo kuaik mancari, nak tuah batabua urai, tukuk pepatah yang lain.

Namun, bila seorangi perantau Minang karam (tidak sukses) di rantau, maka sudah agak jelas bahwa tepian tempat mandinya di Minangkabau sana bisa terasa lebih jauh dari bulan. Merantau Cina hadangannya. Mereka yang mengalami itu, hilangnya sering tidak dicari, hanyutnya sering tidak dipintas.

(bersambung)

Suryadi [Leiden University, Belanda] 

Pantun Minangkabau # 02 : MARI BERPANTUN MINANGKABAU

Salah satu kekayaan repertoar lisan Minangkabau adalah pantun. Sebagaimana ditemukan dalam masyarakat Melayu pada umumnya, seni verbal pantun digunakan dalam berbagai tuturan lisan dalam masyarakat Minangkabau.

Pantun Minangkabau adalah dokumen sosial masyarakat Minangkabau. Ia merefleksikan unsur budaya tertentu yang dihidupi oleh masyarakat Minangkabau. Struktur bahasanya mereprentasikan kecampinan ‘pandeka kato’ Minangkabau dalam bersilat lidah dan berbahasa kias. Pantun masih dipakai oleh orang Minangkabau sampai sekarang. Namun, dari segi estetika telah terjadi perubahan-perubahan pada pantun Minangkabau kontemporer seiring dengan perkembangan zaman.


Mulai minggu ini Padang Ekspres edisi Minggu menghadirkan kolom Pantun Minangkabau yang memuat pantun-pantun Minangkabau secara bersambung. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa selama ini belum ada buku yang mencoba menghimpun khazanah pantun Minangkabau secara relatif menyeluruh. Pantun-pantun yang disajikan dalam kolom ini diambil dari berbagai sumber, baik tertulis maupun lisan, baik klasik maupun modern. Namun, sebagian besar darinya disalin kembali dari naskah-naskah Minangkabau abad ke-19 yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda , yang beberapa di antaranya pernah dipostingkan secara fragmentaris di RantauNet (Mailing List Komunitas Minangkabau yang pertama dan terbesar di Internet (sejak 1993). Pada setiap edisi, pengasuh rubrik ini akan memberikan ulasan dan apresiasi secukupnya terhadap pantun-pantun yang dimuat, guna membantu generasi Minangkabau masa kini untuk memahami isinya.

Melalui kolom yang diasuh oleh Suryadi, dosen dan peneliti di Univeristas Leiden, diharapkan masyarakat Minangkabau dapat merasakan kembali unsur estetika dan ketinggian bahasa literer etnis Minangkabau, yang dimaksudkan sebagai penyeimbang terhadap serbuan budaya pop berlabel ‘globalisasi’ dalam masyarakat kita.

Selamat menikmati.


1. 
Urang Aceh mamarang kabun,
Badantang mariam ditembakkan,
Karateh mangarang pantun,
Datanglah kalam manyurekkan.

2. 
Limo Kaum Duo Baleh Koto,
Ciciakan dasun dalam padi,
Andak pantun pandeka kato,
Pikiakan sajo dalam hati.

3. 
Balari-lari dalam kabun,
Dalam kabun ado baparak,
Lai tau Adiak di pantun?
Dalam pantun ado kahandak.

4. 
Malanguah jawi nak 'rang Kubuang,
Malanguh maimbau kawan,
Manangih manyada untuang,
Untuang nan tinggi dari awan.

5. 
Anyuik parian dari tambang,
Panuah barisi galo-galo,
Jawek pakirim anak dagang,
Panuah barisi aia mato.

6. 
Siamang di ateh tunggua,
Manitih titian pantai,
Tagamang tagolek tidua,
Ampehkan tangan ka lantai.

7.
Silayok namonyo kumbang,
Tabang jo anak api-api,
Ilang lanyouk jangan ditumang,
Namaonyo anak laki-laki.

8. 
Anak buayo dalam tabek,
Mati ditubo ‘rang Sicincin,
Sadang nan kayo lai larek,
Kononlah kami suka miskin.

Setelah bait pengantar (bait 1) dapat dikesan cara orang Minangkabau menggubah pantun: baris-baris isi bait 2 mengilatkan bahwa orang bisa dengan mudah menciptakan pantun jika ia pendekar kata. Cara menciptakannya cukup dipikiran saja dalam hati (cukup aneh, bukan dipikirkan dengan otak). Ini menyiratkan sifat kelisanan genre pantun.

Dalam bait 3 cukup jelas dikatakan bahwa dalam pantun ada suatu maksud yang ingin disampaikan (dalam pantun ado kahandak). Rupanya pantun bukanlah sekedar bahasa berbunga-bunga. Pantun, sebagaimana ahalnya genre prosa, mengandung messagedan juga moral tertentu.

Baris-baris isi bait 4-8 merefleksikan tradisi marantau lelaki Minang, dan perasaan rindu kepada kampung salaman. Si aku lirik (yang tersamar halus dalam genre pantun Minangkabau) menggambarkan bahwa merantau sudah merupakan suatu keharusan bagi seorangi lelaki Minangkabau, baik yang kaya, apalagi yang miskin: Sadang nan kayo lai larek [marantau], kononlah kami suka miskin, kata pesan baris-baris isi di bait 8. Pesan itu seperti mengena telak di badan diri penulis sendiri.
(bersambung)

Pantun Minangkabau # 01 : Pantun Muda Minangkabau

Pantun adalah salah satu ekpresi seni verbal yang dikenal luas dalam tradisi lisan Minangkabau. Orang Minangkabau memakai pantun dalam berbagai keperluan: misalnya dalam menceritakan kaba, seperti dalam sastra lisan rabab Pariaman, rabab Pasisia, dendang Pauah, bataram, dan randai; dalam jenis sastra lisan yang bukan kaba, seperti pidato adat dan pasambahan, bagurau, danbatintin; dan dalam lagu pop Minang yang terus bertahan sampai sekarang. Banyak teks lagu pop Minang sekarang tetap mengandung unsur pantun, meskipun dari segi estetika pantun-pantun yang terdapat dalam lagu pop Minang kontemporer terasa agak hambar dibanding estetika pantun-pantun Minangkabau klasik.

Selama ini baru pantun-pantun adat Minangkabau yang sering diekplorasi untuk kepentingan pendidikan adat atau penelitian, misalnya dalam buku Idrus Hakimy Dt. Rajo Pangulu (1978, 1984) dan Darwis SN Sutan Sati yang menulis buku Keajaiban Pantun Minang: Arti dan Tafsir (2005). Beberapa kepustakaan klasik seperti Vijftig Minangkabausche pantoens met eene verklarende wordenlijst dalam Tijdschrift Bataviaasch Genootschap 21 (1875: 480-533) oleh L.K. Harmsen, juga terfokus pada pantun adat Minangkabau.

Tampaknya yang kurang diketahui selama ini adalah bahwa salah satu jenis pantun Minangkabau yang cukup dominan adalah pantun muda. Isinya tentu merefleksikan alam pergaulan dan perasaan muda-mudi Minangkabau di masa lampau, yang tentu saja terkait dengan cinta dan asmara.

Dalam artikel sederhana ini saya mencoba membicarakan sedikit pantun-pantun muda Minangkabau itu berdasarkan koleksi beberapa naskah pantun Minangkabau yang kini tersimpan di Leiden University Library, Belanda, seperti naskah Or.5925, Or.5926, Or.5928, Or.5948, Or.5951, Or.2952, Or.5954, Or.5959, Or.5962, dan Or. 5964, yang umumnya ditulis pada akhir abad ke-19.

Barangkali di masa lampau pantun muda ini juga dipakai dalam kontak-kontak langsung antara muda-mudi dalam kesempatan tertentu, seperti dalam pesta perkawinan, pesta panen, atau dalam tradisi basijontiak yang dikenal di Luhak 50 Koto.

Tema pantun-pantun muda Minangkabau itu merupakan bagian dari apa yang disebut oleh R.J. Chadwick (1986) sebagai heroic biography lelaki Minangkabau. Pantun-pantun Minangkabau, menurut Chadwick, merepresentasikan gejolak jiwa lelaki Minangkabau: keinginan untuk merantau dan kegamanangan ketika hendak meninggalkan kampung, sakit-senang yang dialami di perantauan (termasuk kerinduan kepada keluarga matrilineal dan kekasih hati yang ditinggalkan di kampung), persaingan dalam mencari jodoh yang sangat diwarnai oleh ideologi materialisme, dan ekpresi keinginan untuk pulang kembali ke ranah bunda. Dalam pantun-pantun Minangkabau itu juga terefleksi pandangan dan harapan orang di kampung terhadap para perantau.

Estetika pantun Minangkabau berbeda dengan estetika pantun Melayu. Dalam tulisannya yang lain, Unconsummated Methaphor of Minangkabau Pantun (Majas tak sempurna dalam pantun Minangkabau) (Indonesia Circle 62, 1994:83-113), Chadwick mengatakan: sulitnya menafsirkan pantun Minangkabau terletak pada watak bahasa yang digunakan yang sangat samar dan susah dipahami. Orang harus memahami konteks budaya dan sosial pantun secara keseluruhan untuk menafsirkan pantun tertentu, dan orang perlu tahu apakah arti pantun itu secara umum.

Hal itu juga terefleksi dalam pantun-pantun Muda Minangkabau yang sangat pekat dengan berbagai perlambangan dan metafora. Baik perempuan maupun laki-laki dilambangkan dengan berbagai jenis burung/unggas, benda langit dan jenis-jenis logam mulia dan jenis-jenis kain.

Metafora dan makna konotatif adalah suatu keharusan dalam pantun Minangkabau. Dalam pepatah Minangkabau dikatakan kato baumpamo, rundiang bakiasan. Orang yang tidak mampu memakaikannya dianggap bebal, karena manusia tahan kieh, binatang tahan palu. Simak misalnya dalam kutipan pantun muda di bawah ini:


Balayia kapa ka Puruih,
Singgah lalu ka Balai Cino,
Tolan sapantun cindai aluih,
Alun dipakai lah manggilo.

Kain putiah sasah jo sabun,
Bao ka aia buang daki,
Tolan sapantun kasah ambun,
Lusuah jo apo ka diganti?

Betapa eloknya baris isi bait pertama di atas dalam menyatakan kecantikan seorang gadis (yang halus lembut bagai kain cindai) sehingga memandangnya saja sudah membuat para pemuda jadi tergila-gila. Begitu juga pada baris kedua: si gadis yang putih cantik (bagai kain kasa[h] embun) sulit dicari tandingannya. Sementara bait berikut ini mengekpresikan perasaan hati seorang gadis kepada pemuda yang ditaksirnya.

Anyuik parian batali rumin,
Panuah barisi galo-galo,
Tuan sapantun kilek camin,
Di baliak gunuang tampak juo.

Cinta seorang pemuda yang ditolak atau kekasihnya yang berpindah ke lain hati adalah tema yang cukup menonjol dalam pantun muda Minangkabau. Ini adalah semacam potret sosial di mana dalam kebudayaan Minangkabau yang matrilineal, kaum lelaki berada pada posisi yang labil secara material. Oleh karena itu mereka pergi merantau untuk mengumpulkan materi dan juga ilmu. Lihatlah refleksi yang demikian itu dalam kutipan di bawah ini.

Ayam kinantan Sutan Bantan,
Disabuang anak Rajo Jambi,
Tolan lah buliah cincin intan,
Loyang tabuang anyo lai.

Bungo naneh bungo cimpago,
Lalu dikarang dipasuntiang,
Tolan ameh kami timbago,
Dima kabuliah samo kuniang.

Anak buayo dalam sumua,
Mamakan ikan jo kulari,
Apo kadayo bintang timua,
Bulan lah jinak jo matohari.

Kedua bait di atas menggambarkan perasaan minder seorang pemuda (yang mengibaratkan dirinya umpama loyang, tembaga dan bintang timur) sebab dari segi ekonomi dia berkekurangan. Oleh sebab itu kekasihnya pergi meninggalkan dirinya dan jatuh hati kepada pemuda lain yang lebih tampan dan kaya (diibaratkan sebagai cincin intan, emas dan matahari).

Penggambaran perasaan dalam pantun-pantun muda Minangkabau sangat hiperbolis. Demikianlah umpamanya, hal ini dapat dikesan dalam lukisan tentang besarnya rasa cinta kepada sang kekasih, seperti dapat dikesan dalam bait-bait berikut ini.

Hari sadang wakatu luhua,
Layang-layang babuni juo,
Tujuah hari di dalam kubua,
Kasiah sayang takana juo.

Pucuk katela pisang hutan,
Ureknyo dikakeh balam,
Allah Taala tolan bukan,
Takana juo siang-malam.

Antaro Kaliang jo Malako,
Di sinan bamban ditugakan,
Antaro kaniang dengan mato,
Di sinan dandam ditinggakan.

Panjang joroknyo Batu Mandi,
Tampak nan dari Pulau Pandan,
Kok tak takuik kami kamati,
Diguntiang hati dikirimkan.

Bungo cimpago kambang biru,
Tumbuah di Pulau Karek Rotan,
Bukan mudah manahan rindu,
Bak aia ditampuah sampan.

Aua mudo aua balanak,
Palapah lampaikan juo,
Tujuah jando sambilan anak,
Kaua kito sampaikan juo.

Siriah sakapua kurang sadah,
Antakan ka rumah Malin,
Amuah sakubua kurang tanah,
Amuah sakapan kurang kain.

Kesan hiperbolis itu juga terasa dalam bait-bait yang menggambarkan penderitaan seseorang yang ditinggalkan kekasihnya, seperti dalam kutipan berikut ini.

Bungo cimpago satu halai,
Tumbuah di kubua Tuan Haji,
Aia mato salamo carai,
Elok kasumua bakeh mandi.

Gaya bahasa yang sama juga dipakai dalam memuji gadis atau bujang yang ditaksir, seperti dapat dikesan dalam kutipan berikut.

Pacahlah cipia dilayangkan,
Pacah diimpik daun tarok,
Bukan sadikik disayangkan,
Muko bak cando minyak lalok.

Parapati tabang jo punai,
Tabang maraok masuak rimbo,
Bungo satangkai tigo bagai,
Tumbuahnyo dalam Lauik Cino.

Kayu ranggeh di Pulau Jantan,
Tampak nan dari Kurai Taji,
Cincin ameh parmato intan,
Bari mamakai jari kami.

Dari kutipan di atas tampak bahwa dalam pantun muda Minangkabau kata ganti yang sering dipakai untuk orang yang ditaksir adalah tolan, dan seberani-beraninya paling banter yang dipakai hanya kata sapaan Adiak dan Tuan. Kata cinta dalam arti denotatifnya jarang tersua; yang sering dipakai adalah kata dandam (ingat istilah dendam rindu). Sedangkan untuk si aku lirik dalam pantun-pantun itu, sering dipakai kata kami.

Dalam kebudayaan manapun asmara tak lepas dari kehidupan anak muda, sejak dahulu sampai kini.Adaik mudo manangguang rindu, adaik tuo manangguang ragam, kata salah satu ungkapan Minangkabau. Dan jika berbicara mengenai asmara, tentu ada unsur erotismenya. Pantun-pantun muda Minangkabau juga mengandung unsur erotisme itu, seperti dapat dikesan dalam kutipan berikut ini.

Kamuniang di tapi tabek,
Jatuah malayang sularonyo,
Putiah kuniang gigi barapek,
Panau mambayang di dadonyo.

Limau manih condong ka Tiku,
Tiku nan condong ka Pariaman,
Hitam manih singkokan pintu,
Dagang tajelo di halaman.

Setiap kebudayaan memberi limit tertentu pada ruang verbalnya untuk mengekspresikan erotisme. Tak ada kebudayan yang steril dari erotisme, karena erotise adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam kebudayaan Minangkabau ruang verbal untuk melukiskan erotisme itu tentu diatur juga oleh unsur agama Islam. Dari koleksi pantun klasik Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, dua bait pantun di bawah ini saya anggap paling erotis (mohon jangan diukur dari dunia anak muda Minangkabau saman sekarang).

Ujuang Cino tanahnyo kuniang,
Nan badakek jo Bangkahulu,
Ambo batanyo ka nan Kuniang,
Apo nan bangkak dalam baju?

Apo badantang di parahu?
Tupai malompek ka halaman,
Nan bangkak dalam baju,
Itulah surugo tampaik tangan.

Mungkin perlu untuk menerbitkan koleksi pantun-pantun klasik Minangkabau yang terdapat dalam naskah-naskah Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden itu. Penerbitan kembali koleksi pantun-pantun tersebut tentu akan banyak manfaatnya: para seniman dan praktisi musik pop Minangkabau, misalnya, boleh mengambil pantun-pantun itu untuk gubahan lagu, atau paling tidak menggali inspirasi darinya. Tentu tidak kurang juga manfaatnya bagi ilmu pengetahuan. Namun, yang paling penting adalah bahwa melaluinya kita dapat melengkapi pengetahuan kita mengenai estetika pantun Minangkabau.

Sedikit tentang Estetika Pantun Minang III


Kok dek ambo amuah lalai makan dek manyasok makna pantun ko. Mbo tambahlah gak babarapo bait lai, tangguang barandam mah, kuyuik bana lah nan jadi:


18
Panjang joroknyo Batu Mandi,
Tampak nan dari Pulau Pandan,
Kok tak takuik kami ka mati,
Diguntiang hati dikirimkan.

22.
Daguah-dagah buni padati,
Dibao anak rang Tarumun,
Kaluah-kasah manahan hati,
Dibao lalok bakalumun.

41.
Tumbuahlah pandan di tangah laman,
Diambiak sahalai lapiak,
Kalau runtuah Gunuang Pasaman,
Batu balah bungo diambiak.

48.
Mantialau di bawah batang,
Baminyak cando bulunyo,
Makin dialau makin datang,
Buruang lah jinak dahulunyo.

49.
Baminyak batang timbakau,
Ambiak pangaik gagang bungo,
Kok jinakelok dicakau,
Pado manjadi lia lamo.

54.
Balayia tantang Taluak Kasai,
Kapa mamuek daun padi,
Aia mato salamo carai,
Kok sumua elok tampek mandi.

59.
Balayia biduak rang Kajai,
Maminteh biduak rang Sumpu,
Di adiak sayang tagadai,
Bak inai di ujuang kuku.

64.
Anyuik pariuak batali rumin,
Panuah baisi galo-galo,
Tuan sapantun kilek camin,
Di baliak gunuang tampak juo.

73.
Urang malukah maningkalak,
Indak rotan katayo lai,
Jikokbasumpah sadang galak,
Indak urang picayo lai.

75.
Sarai sarumpun tapi tabiang,
Tumbuah di parak rang Situjuah,
Kalang bajo bakaik-kaik,
Sajak bacarai jo Nan Kuniang,
Sapantun budak carai susu,
Sarikayo dimakan paik.

77.
Juragan tagak managun,
Maliek kapa nak babelok,
Balam nan indak namuah turun,
Kironyo umpan kurang elok.

78.
Sirauik si rajo inang,
Ambiak parauik sangka balam,
Lauik salaweh tampuak pinang,
Duo baleh kapa di dalam.

119.
Bolai di bawah rangkiang runtuah,
Urek manjelo ka subarang,
Lah buliah cindai panjang tujuah,
Tabuang kain kasah jarang.
(jan baibo ati bana nan ma mainnyo nan tak jadi he he)

163
Baruang-baruang urang Piaman,
Lah sudah takarang kasau,
Taguah-taguah pagang padoman,
Badaika turun jo langkisau.

254
Mudiakan labuah nan panjang,
Manjinjiang sarang tampuo,
Geraikan rambuik nan panjang,
Ka tuduang kito baduo.
(sansai badan ambo..he he)

Sedikit tentang Estetika Pantun Minang II


Makna pantun Minang ko dapek disasuaikan jo situasi bilo dan dalam suasana baa inyo diucapkan. Di situlah kehebatannyo; itulah nan ambo sabuik sifat polisemi pantun Minang ko.

Memang dulu pantun ko buah kato. Sarancak sagagah ko awak, indak bapantun agak sabuah indak kameh badan rasonyo. Baitu bana dulu. Urang nan pandai basilek lidah pasti pinta mangarang pantun. Maluncua sajo pantun nan panuah ibaraik jo kato melereang dari muluiknyo, Pasambahan jo pantun bapilin2 tumah, bantuak tali gasiang. Tabayang dek ambo wakatu ketek di kampuang: takaagum2 ambo maliek urang tuo2 basilek kato sabalum maurak jamba.

Mambaco transliterasi pantun2 nenek muyang kito nan tasimpan di nagari urang ko, tagalak2 surang ambo, sudah tu tarumuak surang, tabayang lereng Singgalang jo Marapi. Ko sajamang lai, koleksi Van Ophuijsen dkk.tun:


428
Batang sago di hulu rumin,
Ambiak sakarek jalimuiknyo,
Kok santanomanjadi angin,
Masuak ka dalam salimuiknyo.

429
Pucuak katela, pisang hutan,
Ureknyo dikakeh balam,
Allah Taala Tolan bukan,
Takana juo siang-malam.

430
Anak gagak di Pulau Anso,
Mangakeh mancari makan,
Malempah minyak dalam kaco,
Riaknyo tidak kalihatan.
(pantun ini dalam sekali maknanya)

438
Basikek duduak di pintu,
Rambuik tajelo ka halaman,
Bari tarang Kualo Tiku,
Mukasuik nak lalu ka Pariaman.

441
Barabab batali tujuah,
Bagandang lalu ka tapian,
Sababnyo mumbang tidak tumbuah,
Dirandang paneh tujuah bulan.

447
Lapeh nan dari Pulau Pandan,
Andak manjalang Gosong Limo,
Sanggua nan ranjuang lipek pandan,
Lawan e deta saluak timbo.

464
Batiak cimangko tangah padang,
Masak baparam dalam paneh,
Itiak jo anso nan baranang,
Manga kokayam mati lameh?

1500
Sia tagak sia manari,
Doro-badoro lantai papan,
Ungko patah siamang mati
Maambiak buah manggih hutan.

1511
Ayam putiah tabang ka lambah,
Tibo di lambah makan padi,
Kapa upiah pangayuah bilah,
Maksuik juo ka Batawi.

1512.
Kapa parang kapa Ulando,
Kapa Parancih muek garam,
Jangan ditompang biduak ambo,
Kapa tirih mananti karam.

1513.
Hari paneh mananam tubo,
Tanam sagagang di halaman,
Biduak ameh layia kasumbo,
Mintak manompangambo sinan.

Alah tu dulu. Kokdipaturuikan sansai badan ambo dek e. Makin dibaco koleksi pantun lamo warisan nenek muyang kito o, ko makin maramang bulu kuduak dek e.

Sedikit tentang Estetika Pantun Minang

Memang estetika pantun Minang berbeda dg estetika pantun Melayu (di Semenanjung). Dalam pantun Minang unsur polisemi (keberbagaian makna) sangat kentara. Jika Anda hanya membaca yang tersurat saja, maka anda akan kecewa dan boleh jadi tidak akan mendapatkan makna apa2. Jika Anda tak lagi hidup dalam lingkungan dimana kato malereang bapakaikan, maka Anda tidak akan tertarik dengan pantun Minang yang punya nilai estetika tinggi itu.

Kata berkiaspantun Minangsangat pekat sekali. Metafora dalam pantun Minang itu hitam pakek serupa kopi paik, sedangkan dalam pantun Melayu agak jalang sarupo santan samparah karambia nan lah dirameh tigo kali. Bunga, kumbang, biduak, [kain] cindai sampan, pandayuang, angin, ikan, buayo, guruah, hujan dll. yang ditemukan pada baris2 isi (separoh kedua) pantun Minang, semua itu adalah kiasan/metafora. Perlu saya catatkan di sini bahwa makna dan hakikat pantun terletak pada setengah bagian keduanya yg disebut BARIS ISI. Coba saja kita lihatbeberapa bait dari ratusan bait transkripsi pantun Minang (kebanyakan ditulis dalam aksara Jawi) yang terdapat dalam kitab2 schoolschriften yang ditulis oleh mantan2 siswa Sekolah Radja di Fort de Kock (Bukittingi) yang dikumpulkan oleh Van Ophuijsen dan Van Ronkel yang kini tersimpan di Perpustakaan Univeristas Leiden dan belum banyak dijamah:

71
Basingalik mamanjek kapuak
Tageleng deta di kapalo,
Alang sarik biduak ka masuak
Tatagun sajo di kualo.

89
Ikan banamo Sutan Deman,
Makan barulang ka parahu,
Lautan lah jadi pamainan,
Labuhan kami balun tahu.

211
Pacah cawan ditimpo cawan,
Pacah ditimpo jo balimbiang,
Hati nan buliah kami tahan,
Mata jo apo ka dindiang?

400
Batang baringin ateh tanjuang,
Tampak nan dari Gunuang Padang,
Tampek urang menggatah punai,
Kami mandanga barito buruang,
Tuan manaruah bungo kambang,
Mukasuik kaminak mamakai.

567
Kain putiah kain kulambu,
Jelo-bajelo di pagaran,
Bak apo kumbang tak ka tahu,
Bungo lah kambang tiok dahan.

588
Biduak Sirampu dari Baruih,
Si Angkuik namo nangkodonyo,
Tolan manaruah cindai aluih,
Barilah tahu haragonyo.

(Ada ratusan bait lagi pantun Minang yang dikumpulkan oleh orang Belanda dari berbagai daerah di Minangkabau pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20), yang saya yakin kurang atau malah tidak dikenal lagi oleh generasi muda Minangkabau sekarang. Saya sudah mengalihaksarakan/ mentransliterasikan sebagian besar koleksi Van Ophuijsen dan Van Ronkel yg tersimpan di Perpustakaan Univ. Leiden, yang insya Allah suatu hari nanti dapat diterbitkan, supaya generasi kita sekarang dapat melihat dan mempelajari kembali kekaayaan literer bahasa ibunya yang luar biasa itu.

Melihat estetika pantun Minang itu, kiranya tidak berlebihan jika seorang Inggris di awal abad ke-19 menulis bahwa Minangkabau is the ancestral home of Malay language (Marsden,William, 1807,On the traces of the Hindu Language and Literature Extant among the Malays, Asiatic Researches 4: 217-24). Sifat berkias bahasa Minangkabau yang dalam itu barangkali juga menunjukkan ketuaannya. Bagi yang berminat memahami lebih jauh estetika pantun Minang, saya catatkan di sini dua literatur yang saya rasa sangat menarik:

Chadwick, R.J. Unconsummated Metaphor in the Minangkabau pantun, Indonesia Circle 62: 83-113.

Chadwick, R.J. 1986. Topic in Minangkabau Vernacular Literature [PhD dissertation, University of Western Austraalia].

Akhirnya, tak tahan hati saya untuk tidak membagi lagi beberapa bait pantun Minang yang dikumpulkan Van Ophuijsen dkk itu di lapau ini. 
Silakan menikmati metaforanya yang pakek sarupo kopi Aceh nan acok diminum Dinda Nofendri Sutan Mudo:

643
Aluih amek saik timbakau,
Diisok jan ringan-ringan,
Buruang jinak indak tacakau,
Lah inggok di tapak tangan.

765
Pisang sirandah masak ketek,
Mari diguntiang jo dirauik,
Carilah biduak panjang ampek,
Paambiak bungo dalam lauik.

863
Batak mandi Ulando mandi,
Rumpuik manih limau kasumbo,
Pasak basi karando basi,
Muluik nan manih pangungkainyo.

1433.
Sigalabuak babuah randa[h],
Jatuah sabuah masuak rimbo,
Tali lapuak buhua lah tangga,
Itu sababnyo putuih sajo.
(I love this pantun: Suryadi)

1434
Ulando turun mambali minyak,
Singgah balimau ka paseban,
Aia janiah ikannyo jinak,
Gadang buayo maunyikan.

1436
Kain putiah panjang bajelo,
Puyuah balago dalam padi,
Heran sakali hati hambo,
Guruah patuih hujan tak jadi.

1437
Kain putiah sasah jo sabun,
Bao ka aia buang daki,
Tolan sapantun kasah ambun,
Lusuah jo apo ka diganti.
(I love this lovely pantun; Suryadi)

1438
Rimbo ini rimbo takapuang,
Tidak saelok paladangan,
Kami sapantun ameh lancuang,
Tidak buliah naiak timbangan.


Dan sikoduo bait dari babarapo bait nan agak angek (baca: erotis) 
saketek; ruponyo nenek muyang kito saisuak lai erotis pulo:

722
Ujuang Cino tanahnyo kuniang,
Badakek jo Bangkahulu,
Ambo batanyoka nan Kuniang,
Apo nan bangkak dalam baju?

723
Nan badantang di parahu,
Tupai malompek ka halaman;
Nan bangkak di dalam baju,
Itulah sarugo tampek tangan.

Sanak di lapau, barantilah ambo siko dulu. Kok ambo paturuikan hati, takirimkan ka Sanak sadonyo pantun tu beko. Tapi maupek sanak nan lain, dek kapanjangan beko postiang ambo ko. Ciek lai: generasi kini ado nan masih suko pantun, ado nan indak lai, sukonyo musik badantam2 sarupo di ateh buskota jo angkot di Padang.

Tulisan ini menanggapi postingan Pertumbuhan Sastra Minangkabau di Mailing List Minang terbesar, R@ntauNet

Pepatah Petitih Minangkabau >> 501 – 600


oleh : Alm. Idrus Hakimy Dt Rajo Panghulu

501. Samo bapokok babalanjo, samo bajariah bausaho.
Cara yang baik dalam menegakkan usaha dalam pertanian, perdagangan dsb.

502. Surang bajariah bausaho, surang bapokok babalanjo.
Cara dimodali melaksanakan suatu usahapun dapat dilaksanakan asal dengan perhitungan yang masak.

503. Sabuik nyato tarapuang, kok untuang batu jaleh tabanam, ikhtiar mamiliah untuang manyudahi.
Yang jadi kewajiban bagi kita manusia berusaha sejauh kemampuan dalam mencapai kehidupan yang baik kalau telah dilaksanakan dengan segala persyaratan yang wajar dan berlaku, hasilnya kita serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi Tuhan telah menjanjikan siapa yang berusaha dengan baik akan diberi rezki sesuai dengan apa yang telah diusahakan.

504. Anggang lalu atah jatuah, Pulang pagi babasah-basah. Cupak panghulu kok tasintuah, kampuang halaman kaluah kasah.
Penghulu/pemimpin yang tidak tahu peraturan akan mengakibatkan masyarakat dan kampung halaman kucar kacir.

505. Anggang lalu atah jatuah balam sadundun jo marabah, Panghulu kalau takicuah, anak kamanakan namuah tajuah.
Penghulu/pemimpin yang mudah dipengaruhi orang lain, mengakibatkan kehancuran masyarakat yang dipimpinnya.

506. Alah bauriah bak sipasan, kok bakiek alah bajajak, muluik panghulu nak nyo masin pandai bagaua jo rang banyak.
Penghulu/pemimpin yang pandai mendekati dan menggauli masyarakatnya, yang dia menjadi pemimpin yang disegani dan berwibawa.

507. Alah bauriah bak sipasan, kok bakiek alah bajajak, mangingek putaran musim, sandi adaik jan dianjak.
Bagaimanapun suasana berobah musim berganti, penghulu tetap orang membela kebenaran.

508. Adaik dunia baleh mambaleh, adaik tapuak jawek manjawek, sifaik dubalang kalau tapakai, banyak rakyaik kama upek.
Penghulu adalah pemimpin yang sifatnya lunak lembut ramah tamah. Kalau pemarah main hakim sendiri tidak disukai rakyat.

509. Alah bakarih samparono, bingkisan rajo Majopahik, tuah bassabab bakarano, pandai batenggang dinan rumik.
Pemimpin yang disegani ialah yang bisa mengambil suatu tindakan disaat genting tetapi bijaksana.

510. Alun rabah lah ka ujuang, alun pai lah babaliak, balun dibali lah bajua, balun dimakan lah baraso.
Seorang pemimpin pandangan dan pemikirannya jauh kedepan, memperhitungkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi.

511. Alun bakilek lah bakalam, bulan lah langkok tigo puluah, alun takilek lah tapaham, raso lah tibo dalam tubuah.
Seorang pemimpin harus arief bijaksana, memahami hal-hal yang terjadi dan mampu mencari jalan keluar dan memecahkan persoalan.

512. Aia janiah sayaknyo landai, ikan jinak sulik dicakau.
Tenang dan sabar ahli dalam memecahkan suatu permasaalahan yang terjadi, tetapi tidak bisa dipengaruhi.

513. Aia janiah sayaknyo landai, jalan rayo titian batu, kalau barundiang cadiak jo nan pandai, nan duo manjadi satu.
Kepandaian dan kecerdasan seorang pemimpin, bisa mewujudkan persatuan dalam masyarakat yang dipimpinnya, dan mendamaikan orang yang sedang bersengketa.

514. Alang tukang binaso kayu, alang cadiak binaso adaik, alang alim rusak ugamo, alang pandai rusak nagari.
Seorang penghulu/pemimpin yang kurang ahli dan bijaksana, membawa kerusakan dalam segala bidang.

515. Batang pua jo batang kincuang, ambiak umbuiknyo ado gunonyo. Disapuah bana ameh lancuang, kilek timbago nampak juo.
Pemimpin yang berpura-pura terhadap tugas kepemimpinannya, akan diketahui lambat laun oleh rakyatnya.

516. Angguak anggak geleang amuah, unjuak nan indak babarikan.
Cara pemimpin yang licik menghadapi Belanda dan Jepang diwaktu penjajahan demi kemerdekaan.

517. Bulek aia kapambuluah, bulek kato jo mufakat.
Musyawarah untuk mufakat perlu dilaksanakan oleh setiap yang disebut pemimpin dalam hal-hal yang patut dimusyawarahkan, dan sebagai ciri khas adat Minang.

518. Biduak lalu kiambang batauik, anjiang manggonggong musyafir lalu.
Suatu kejadian dalam kehidupan masyarakat yang seolah-olah dibiarkan untuk tidak menimbulkan sesuatu, sedang orang tidak terpengaruh karenanya.

519. Bulek baru digolekkan, picak baru dilayangkan.
Musyawarah untuk mufakat adalah suara bulat yang diterima dengan hati yang ikhlas atas sesuatu yang dimusyawarahkan.

520. Bulek ijan basuduik, picak ijan basandiang.
Kebulatan yang diambil tanpa tulus ikhlas menimbulkan hal yang kurang baik, karena yang ikut memutuskan karena rasa terpaksa.

521. Baiyo mangko bakato, batolan mangko bajalan.
Selalulah bermusyawarah setiap yang akan dilaksanakan, agar jangan jalan sendiri.

522. Bajalan bagageh-gageh, kacondoang mato yang banyak, pucuak bulek kalau tarageh alamaik tareh kan tahannyak.
Pemimpin/penghulu kalau sudah kelihatan budi oleh rakyatnya, alamat kewibawaannya akan hilang.

523. Bajua bamurah-murah, batimbang jawab ditanyoi, panghulu kalau lah pacah adaik nan indak baguno lai.
Kalau pemimpin dalam suatu masyarakat telah pecah, alamat aturan tidak akan jalan, adatpun akan hancur.

524. Bajalan bagageh-gageh kacondoang mato rang banyak, kalau salah jan mangareh nak bakawan jo rang banyak.
Karena manusia bersifat kilaf, andai kata terjadi pada seorang pemimpin akuilah secara terus terang, masyarakat akan menilai pemimpin yang baik.

525. Bajua bamurah-murah, ditanyo jawab batimbang, pemimpin indak samo arah disinan rakyat manjadi bimbang.
Lembaga pemimpin yang tidak satu kata dengan perbuatan, akan menimbul kebimbangan rakyatnya.

526. Bajalan lansuang kapandakian, baranti tantang nan data, kalau indak jaleh ujuang panantian, alun dipaciknyo lai tango.
Seorang pemimpin yang tidak mengetahui seluk beluk masyarakat dan sifat serta adat istiadat/agamanya, tidak akan berhasil memimpin masyarakat tersebut.

527. Biduak didayuang manantang ombak, laia dikambang manantang angin, nakodoh nan awas dikamudi, padoman nan usah dilapehkan.
Kalau seorang pemimpin yang telah menghayati seluk beluk dan sifat masyarakatnya sekali-sekali jangan diabaikan hal yang demikian.

528. Bintang kajora tabik sanjo, hilang manjalang tangah malam, bisuak manjadi bintang timua. Batiup angin di utara, salo manyalo angin topan, sinan adaik nyato paguno.
Kapan kekacauan telah memuncak, kenakalan telah menjadi-jadi, krisis moralpun demikian, orang akan mengetahui bagaimana pentingnya ajaran adat diamalkan dan dikembangkan serta dibina.

529. Bajanjang naiak batanggo turun, naiak dari janjang nan dibawah, turun dari tango nan diateh.
Bentuk pemerintahan yang demokrasi yang Pancasila, selalu mencerminkan dan melaksanakan kehendak hati nurani rakyat, dari rakyat untuk rakyat.

530. Bapucuak bulek baurek tunggang, babuah labek badaun rimbun, buah labek buliah dimakan, daun rimbun tampek balinduang kapanehan, tampek bataduah kahujannan.
Pemerintah seumpama kayu beringin besar berurat kebawah, daun rimbun tempat berlindung diwaktu panas dan hujan, yang selalu memikirkan kepentingan rakyatnya.

531. Bajalan manuju bateh, balaia manuju pulau.
Pemimpin mempunyai titik sasar dari cita-cita rakyatnya, dan berusaha mencapai sasaran tersebut.

532. Bak maelokan aua diujuang, bak maantakkan kayu bacabang.
Akibat yang ditimbulkan disebabkan kurang wibawa seorang pemimpin, dan tidak bulatnya kata yang dimufakati, rakyat sulit dikoordinir.

533. Bak mambao kambiang ka aia, bak mamburo abu dingin.
Rakyat sulit diarahkan dan kurang memberikan partisipasinya terhadap perintah pimpinannya.

534. Bajalan tatap di nan pasa, bakata tatap di nan bana.
Sifat yang harus dimiliki oleh seorang penghulu/pemimpin. Sanantiasa berbuat dan bertindak menurut undang-undang dan ketentuan yang berlaku, selalu tegak diatas kebenaran.

535. Bak manari indak batabuah, bak kampuang indak ba nan tuo, rumah indak batungganai, bak mangaleh samo gadang.
Suatu masyarakat yang kacau balau tidak terkendali oleh pimpinannya.

536. Baulemu kapalang paham, bapikia kapalang aka.
Seorang pemimpin yang tidak mengusai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.

537. Budi indak namuah tajua, paham indak namuah tagadai.
Kehati-hatian yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk tidak hilang kewibawaannya.

538. Baukua jambo jo jangkau, untuak baagak baagiahkan.
Seorang penghulu/pemimpin mempunyai ketentuan ketentuan tersendiri untuk menjaga prestisenya.

539. Bumi laweh bapadang lapang, gunuang indak runtuah karano kabuik, lauik indak karuah karano ikan.
Seorang pemimpin harus berdada lapang, berpikiran luas, sabar dan tawakkal.

540. Bajalan surang indak dahulu, bajalan baduo indak ditangah. Hemat cermatlah dahulu, martabat nan anam jan lah lengah.
Seorang pemimpin haruslah penuh dengan kehati-hatian dan senantiasa mengamalkan martabat yang enam menurut adat Minangkabau.

541. Bamato baliak batimba, tajam tak rago dek baasah, putiah nan indak dek bakilia, bapantang malapeh kaasahan.
Dengan filsafat keris penghulu mengandung arti pemimpin sifat adil dan benar, tidak bisa dipengaruhi, kalau tidak atas jalan yang benar.

542. Basasok bajurami, bapandam bapakuburan.
Syarat yang ada bagi seorang penghulu, juga menjadi syarat pemimpin pemerintahan (bangsa asli Indonesia)

543. Bapandam bapakuburan, balabuah batapian.
Syarat untuk suatu daerah yang diakui penuh menjadi suatu negeri.

544. Bakorong bakampuang barumah batanggo.
Mempunyai kelompok kaum dan rumah tangga, tempat kediaman.

545. Basawah baladang, babalai bamusajik.
Mempunyai daerah persawahan dan ladang tempat mencari kehidupan, dan berbalairong dan masjid, lambang kebesaran adat dan syarak.

546. Bulek jantuang dek kalupak, bulek aia dek pambuluah.
Ketentuan hukum tentang mengambil kata mufakat didalam adat.

547. Banyak andai jo kucindan, banyak galuik jo galusang.
Seorang pemimpin yang bicara tanpa dipikirkan dan tergesa-gesa dalam mengambil tindakan.

548. Balam nan lupo pado jarek, jarek indak lupo pado balam.
Dalam suasana perang perlu selalu dalam kewaspadaan atas setiap kemungkinan.

549. Bak bakayuah biduak kahilia, bak maimbau urang kadatang.
Suatu pekerjaan dalam masyarakat, karena kesadaran masyarakat tersebut sangat mudah dilaksanakan.

550. Badindiang sampai kalangik, baampang lapeh kasubarang.
Suatu persengketaan yang terjadi antara keluarga atau suatu negeri dengan negeri yang lain, yang sulit untuk diperbaiki kembali.

551. Balaia ka pulau bangka bao sirauit duo tigo. Kalau kaia panjang sajangka jan lah lauik handak didugo.
Kalau pengetahuan seorang pemimpin yang tidak lengkap, jangan dicoba memimpin suatu masyarakat yang kritis.

552. Bia tanduak bakubang asa paluang lai makan.
Biarlah pimpinan menurut kehendak masyarakat asal tujuan pimpinan yang baik dapat dijalankan.

553. Curi maliang taluang dindiang, tikam bunuah padang badarah, ibo diadat kato giliang turuikan putaran roda.
Suatu sistim untuk membina dan mengembangkan ajaran adat, harus disesuaikan dengan zaman pengamalan adat berbuhul sentak.

554. Data balantai papan licin balantai kulik
Sesuatu hasil mufakat yang akan dicapai hendaklah disesuaikan dengan kemampuan masyarakat yang dipimpin.

555. Dicari rundiang nan saiyo, dicari kato nan sabuah.
Cara mencari mufakat dalam suatu permusyawaratan.

556. Ditunkuik ditatilantangkan, dikana awa jo akia.
Tiap sesuatu dipikirkan semasak-masaknya, dipikirkan mudarat dan mamfaat.

557. Dibao ribuik dibao angin, dibao pikek dibao langaui. Muluik jo hati kok balain, pantangan adaik Minangkabau.
Berlain mulut dengan hati jangan terjadi bagi seorang pemimpin/penghulu, tidaklah menurut jalan adat.

558. Dago dagi mambari malu, sumbang salah laku paragai. Kalau lungga ganggam panggulu, cupak jo gantang katasansai.
Seorang penghulu kalau tidak kuat memegang peraturan adat, alamat aturan adat dan agama tidak akan dapat dihayati oleh anak kemenakan.

559. Dek gantang di Bodi Caniago, ditapuang batu dilicak pinang. Dituang adaik kalimbago, dimulai malukih undang-undang.
Cara nenek moyang membangun masyarakat dan kampung halamannya, membikin adat dan lembaga menjadi aturan.

560. Dalam awa akia mambayang, sungguah mujua tuah manjawek, panggang babaliak dipikiakan, supayo dipagang taguah dipacik arek.
Bagi seorang yang telah dipilih menjadi pimpinan haruslah dipikirkan tanggung jawab yang diserahkan masyarakat kepadanya.

561. Dibao ribuik dibao angin, dibao langau dibao pikek, barih balabiah kok tabungin urek tunggang namuah tabukek.
Kalau aturan adat dan undang-undang serta hukuk adat tidak dijalankan secara jujur oleh penghulu, alamat menghancurkan kemurnian adat Minangkabau.

562. Dalam bulek bapasagi, dalam duo tangah tigo. Angguak anggak geleang amuah, unjuak nan indak babarikan.
Sifat yang tidak boleh dipakai dalam masyarakat kecuali terhadap musuh negara.

563. Duduak sarupo rang kamanjua, tagak saroman rang ka mambali.
Seseorang yang bersifat berpura-pura, membela dan menegakkan keadilan tetapi sebenarnya menghancurkannya.

564. Dikirai mangkonyo basah, dilampok mangkonyo kariang.
Sesuatu kejadian yang sifatnya tetek bengek, tetapi kalau tidak pandai cara mentekelnya akan menjadi besar.

565. Diliek jo aka budi, muluik manih baso katuju, budi haluih bak lauik dalam.
Cara seorang pemimpin membawa masyarakatnya kepada jalan yang benar diyakinkan dengan cara sebaik-baiknya.

566. Dipahaluih andai rundiang, dipabanyak ragam kecek, dipagadang tungkuih rabuak padi dikabek jo daunnyo.
Cara membawa orang yang keras kepala kepada jalan yang benar, dengan segala cara dan kebijaksanaan.

567. Dahulu rabab nan batangkai, kini lagundi nan baguno, dahulu adaik nan bapakai, kinilah pitih nan paguno.
Pengaruh materiil akan menghilangkan rasa ajaran adat kalau tidak dibina kembali dengan cara sungguh-sungguh.

568. Elok nagari dek panghulu, sapakaik manti jo dubalang, kalau indak pandai mamacik hulu, alamaik sapuah kamanggulang.
Kalau tidak pandai jadi pemimpin alamat masyarakat akan kucar kacir, keadilan sukar ditegakkan, apalagi mencapai kemakmuran.

569. Elok tapian dek nan mudo, manjadi tuah pandapatan, kalau indak pandai jadi nakodoh alamaik kapa karam di daratan.
Kalau tidak ahli jadi pemimpin sama artinya karam rakyat didaratan. tujuan tidak akan tercapai tetapi kemelaratan rakyat akan terjadi.

570. Elok nagari dek panghulu, rancak tapian dek nan mudo, kalau ka mamagang hulu, pandai-pandai mamaliharo puntiang jo mato.
Kalau akan jadi pemimpin tahu menjaga sesuatu akibat yang akan terjadi, dengan mengetahui sebab yang dihadapi.

571. Elok nagari dek panghulu, elok musajik dek tuangku, elok tapian dek nan mudo, elok rumah dek bundo kanduang.
Unsur-unsur pimpinan yang merupakan potensi yang menentukan dalam masyarakat Minangkabau.

572. Falsafah pakaian rang panghulu, didalam alam tanah Minang. Kalau ambalau maratak hulu, puntiang tangga mato tabuang.
Kalau kiranya pemimpin memberikan ajaran yang salah kepada rakyat baik dengan tingkah laku ataupun perbuatan, akan lebih berbuat dari itu.

573. Gadang buayo dikualo, gadang garundang dikubangan, samuik barajo diliangnyo.
Setiap pemimpin berkuasa atas daerah yang dipimpinnya.

574. Gunuang timbunan kabuik, lurah timbunan aia, lauik timbuanan ombak, gunuang timbunan angin.
Seorang pemimpin harus berlapang dada, karena segala persoalan masyarakat akan bertumpuk padanya.

575. Gadanglah aia disitangkai, gadang nan sampai kaulakan, nan sabuah usah diungkai, nan rumik usah dikatokan.
Seorang pemimpin harus menyimpan rahasia, begitupun perkataan yang tidak patut diucapkan.

576. Gadang usah malendo, panjang usah malindih, cadiak usah manjua, laweh usaha manyaok.
Kecerdasan pimpinan jangan dpergunakan kepada hal-hal yang akan merugikan.

577. Guntiang nan dari Ampek Angkek, dibao urang ka Mandi Angin, dipinjam urang ka Biaro. Kok datang gunjiang jo upek, sangko sitawa jo sidingin, baitu pamimpin sabananyo.
Biasa pemimpin diupat dan dipuji, karena banyak rakyat yang memberikan penilaian yang berbeda pandangan seluruhnya diterima dengan kepala dingin.

578. Gulamo mudiak ka hulu, mati disemba ikan tilan, kanailah anak bada balang, Pusako niniak nan dahulu, lai babuhua bakanakkan, kini manjadi undang-undang.
Pusaka nenek moyang dahulunya, masih tetap merupakan aturan yang dapat disumbangkan dalam membangun negara dan bangsa, serta kampung halaman.

579. Gadang karano dianjuang, tinggi karano dilambuak, tumbuah karano ditanam.
Perlu diingat oleh setiap penghulu/pemimpin bahwa dia adalah dipilih dan dibesarkan oleh rakyatnya.

580. Hari paneh tampek balinduang, hari hujan bakeh bataduah.
Pemimpin adalah tempat mengadukan nasib dan memperjuangkan hidup rakyat yang dipimpinnya, tempat bertanya dan musyawarah.

581. Hitamnyo manahan tapo, putiahnyo manahan sasah.
Cara seorang pemimpin memegang kebenaran dan keadilan, tidak mudah merobah pendirian dan tidak bisa dipengaruhi.

582. Hanyuik nan kamaminteh, hilang nan kamancari, tarapuang nan kamangaik, tabanam kamanyalami.

Tugas pokok pemimpin dalam membimbing masyarakatnya, setiap yang terjadi pemimpin ikut memberikan petunjuk.

583. Ilia sarangkuah dayuang, mudiak saantak galah.
Kesatuan pendapat dan arah perlu bagi pemimpin pemimpin.

584. Jalan dialiah dek rang lalu, cupak dipapek rang mangaleh, adaik dialiah dek rang datang.
Kalau kurang hati-hati ekonomi dan kebudayaan adat istiadat akan dapat dijajah oleh bangsa asing yang senantiasa berusaha untuk merobah kebudayaan asli kita.

585. Jauah nan buliah ditunjuakkan, dakek nan buliah dikakokkan.
Data-data dan informasi yang dapat ditunjukkan dengan kenyataan dalam sesuatu.

586. Jarek sarupo jo jarami disinan balam mangko takicuah.
Dalam suasana kacau perlu pemimpin berhati-hati terhadap musuh dalam selimut.

587. Jan duo kali urang tuo kahilangan tungkek, jan duo kali pisang babuah, indak tamakan lai dek baruak.
Jangan sampai berulang lagi kerusuhan yang pernah terjadi, seperti penikaman dari belakang didalam negara kita.

588. Kamudiak saantak galah, kailia sarangkuah dayuang, sakato lahia jo bathin, sasuai muluik jo hati.
Untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan dalam masyarakat, pemimpin-pemimpin harus satu kata dengan perbuatan, seiya dan sekata.

589. Kateh nyatolah sapucuak, kabawah nyatolah saurek.
Cara yang dikehendaki dalam mencapai suatu kebulatan dalam masyarakat. Mufakat yang sebenar-benar bulat yang lahir dari hati yang bersih.

590. Kato panghulu manyalasai, mandareh kato dubalang, adaik kok kurang takuasoi dunia akhirat takupalang.
Ajaran adat basandi syarak kalau kurang didalami dunia akhirat akan sengsara.

591. Kamanakan barajo mamak, mamak barajo panghulu, panghulu marajo kamufakat, mufakat barajo ka nan bana, bana manuruik alua jo patuik.
Bentuk struktur pemerintahan menurut adat, yang memegang kekuasaan tertinggi adalah kebenaran yang menurut alur dan patut.

592. Kato manti kato baulang, kato alim kato hakikat, tagak di adat mangupalang, lipek pakaian jo mufakaik.
Kalau tidak sanggup menjalankan tugas menurut ketentuan yang digariskan oleh adat serahkan jabatan kepenghuluan kepada yang lain.

593. Katigo kato dahulu, nan baiak elok batapati, misa tawalak kapanghulu, kabek arek buhuanyo mati.
Pekerjaan pimpinan yang diserahkan kepada penghulu/pemimpin yang sebenarnya menurut adat, ikat erat buhul mati (bertanggung jawab)

594. Kalau batenggang di nan rumik, lauik budiman kiro-kiro, alam nan leba kalau sampik susunlah adaik jo limbago.
Andai kata dalam suatu masyarakat terjadi berbagai pelanggaran kembalilah kepada adat dan agama.

595. Kabalai bajanjang aka, kanaiak jalan bapintu, kalau pandai bamain aka, nan gaib dalam itu.
Kecerdasan seseorang pemimpin, melahirkan banyak rencana dan pemikiran untuk kepentingan masyarakatnya.

596. Kato manti kato baulang, dubalang kato mandareh, jauah hari pandai batenggang, nan singkek dapek diulehnyo.
Cerdik pandai yang sesungguhnya orang yang pandai mencari jalan keluar dalam suatu kesulitan yang dihadapi.

597. Kato panghulu manyalasai, kato alim kato hakikat, talamun patuik kito kisai, alua jo patuik nak saikek.
Setiap apa yang akan dimusyawarahkan selalulah didasarkan kepada alur dan patut (yang diterima akal ).

598. Kalau kulik manganduang aia, lapuak nan sampai kapangguba, rusaklah tareh nan didalam. Kalau panghulu bapaham caia, jadi sampik alam nan leba, lahia bathin dunia tanggalam.
Pemimpin/penghulu yang tidak mempunyai pendirian yang kokoh, akan membawa juga kepada kegagalan pimpinannya dan kehancuran masyarakatnya.

599. Kok janiah indak balunau, kok putiah indak bakuman, hati nan karuah dimaso lampau lah janiah ditimpo bana.
Kebenaran yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan pemimpin akan membersihkan segala kekeruhan dan kekacauan yang timbul dalam masyarakat.

600. Kasudahan adaik kabalairungan, kasudahan gadang di panghulu, mamak kapalo kaum dalam koroang, mamaliharo kaum kaganti hulu.
Pemimpin adalah merupakan tukang gembala, dia selalu mengawasi tentang apa yg digembalakannya, dan akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan masyarakat.


Pepatah Petitih Minangkabau 501 - 600

Pepatah Petitih Minangkabau >> 401 – 500

oleh : Alm. Idrus Hakimy Dt Rajo Panghulu

401. Nagari bapaga undang, kampuang bapaga buek, tiokmlasuang ba ayam gadang, salah tampuah buliah diambok.
Patuhilah norma-norma yang berlaku didalam masyarakat, karena setiap masyarakat mempunyai normanya sendiri-sendiri.
402. Niniak moyang di duo koto, mambuek barih jo balabeh, Bulek dek tuah lah sakato, nak tantu hinggo jo bateh.
Patuhilah keputusan bersama yang telah dibuat oleh pemuka kita, oleh masyarakat dan sipembuat peraturan sendiri.
403. Nan barek samo dipikua, nan ringan samo dijinjiang.
Didalam adat selalu dianjurkan agar setiap pekerjaan yang baik dikerjakan secara bersama.
404. Nansakik iyolah kato, nan padiah iyolah rundiang. Dek tajam nampak nan luko, dek kato hati taguntiang.
Perkataan yang menyakiti lebih berbahaya dari pisau yang tajam.
405. Nansakik iyo lah kato, nan malu iyolah tampak.
Kata-kata yang berbisa, sama dengan rasa seseorang yang tahu harga dirinya mendapat malu.
406. Nan mudo biaso bimbang, manaruah rambang jo ragu, kalau batimbo ameh datang, lungga lah ganggam nan dahulu.
Meniru-niru kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian kita, akan menghilangkan kemurnian kebudayaan sendiri dan kehilangan pegangan.
407. Nan dikatokan kato pusako, iyolah kato undang-undang. Dek lamo tak namuah lupo manjadi padoman pagi jo patang.
Bagi orang Minang yang memahami ajaran yang terkandung didalam adatnya, tidak bisa diabaikan dan dilupakan, bahkan menjadi pegangan dan pedoman dalam hidup.
408. Nak elok lapangkan hati, nak haluih baso jo basi.
Agar menjadi orang baik dan disegani selalulah bersifat sabar, dan baik budi bahasa.
409. Nak luruih rantangkan tali, luruih bana dipacik sungguah.
Selalulah bersifat lurus dan tulus ikhlas dalam pergaulan, yakni selalu bersifat benar dan jujur.
410. Naiaklah dari janjang, turunlah dari tanggo.
Selalulah berbuat sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku, menurut adat dan agama Islam serta pemerintah.
411. Nanang saribu aka, haniang ulu bicaro, pikia palito hati, dek saba bana mandatang.
Ketenangan dalam berpikir, menimbulkan aspirasi yang baik, dan kesabaran mendatangkan kebenaran.
412. Nak tahu digadang kayu caliak kapangkanyo, nak tahu digadang ombak caliak kapasianyo.
Kalau ingin menilai kebesaran atau kebaikan seseorang bergaullah dengan dia.
413. Nan bak mananti aia ilia, nan bak manutuik manggih langkeh.
Seseorang yang mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin dapat diperolehnya.
414. Nan bak banang dilando ayam, nan bak bumi diguncang gampo.
Suatu musibah yang datang menimpa dengan tiba-tiba, yang tidak diduga sama sekali sehingga timbul kekacauan dan kepanikan.
415. Nan elok dek awak katuju dek urang, sakik dek awak sakik dek urang.
Berbuatlah dalam segala perbuatan gerak dan perilaku yang disenangi oleh orang banyak.
416. Nan mudo pambimbiang dunia, nan capek kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari.
Pemuda harapan bangsa ditangan pemuda terletak maju mundurnya bangsa dimasa depan.
417. Nak jan jauah panggang dari api, latakkan sasuatu ditampeknyo.
Agar suatu tindakkan dalam masyarakat tepat pada sasarannya maka serahkanlah sesuatu kepada ahlinya.
418. Nan tahu dikayu tinggi alang, nan tahu diposo-poso ayam, nan tahu dikili-kili banting.
Yang mengetahui diseluk beluk dan sifat masyarakat suatu negeri adalah para cendekiawan negeri tersebut.
419. Ombak barayun manuju pantai, riak nyato manuju tapi. Indak guno jadi rang pandai, kalau baulemu indak babudi.
Tak ada arti menjadi seorang pandai kalau tidak mempunyai budi pekerti, karena hancur masyarakat karena kepandaiannya.
420. Ombak ditantang manuju pulau, laia dikambang manantang angin.
Untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita senantiasa mengalami cobaan dan rintangan
421. Olok-olok mambao sansai, garah-garah jadi binaso.
Perbuatan dan tingkah laku yang tidak pada tempatnya, akan membawa akibat yang merugikan.
422. Olak olai rang basiang, sorak sorai rang karimbo.
Suatu kebiasaan diwaktu beramai-ramai bekerja, timbul kelakar dan gembira, untuk kegairahan dalam bekerja.
423. Pulau pandan jauah ditangah, dibaliak pulau angso duo, hancua badan dikanduang tanah, budi baiak dikana juo.
Budi bukan hanya diingat sampai mati tetapi akan diperhitungkan dan diingat dibalik lahad.
424. Pisang ameh baok balaia, masak sabuah didalam peti, hutang ameh dapek dibaia, hutang budi dibao mati.
Hutang emas dan perak dapat dibayar tetapi hutang budi dibawa mati.
425. Pucuak pauah sadang tajelo, panjuluak buah ligundi, nak jauah silang sangketo, pahaluih baso jo basi.
Agar terjauh dari silang sengketa dalam pergaulan perbaikilah budi dan bahasa, pakai sifat sopan dan santun.
426. Pado pai suruik nan labiah, samuik tapijak indak mati, alu tataruang patah tigo.
Kata kiasan terhadap pemuda pumudi Minang yang mempunyai ketenangan tetapi tegas dan bijaksana tentang ketangkasannya dan tinggi budinya.
427. Padi disisiak jo hilalang, tapuang dicampua jo sadah.
Perbuatan kebaikan dicampur dengan perbuatan kejahatan.
428. Padi ditanam padi tumbuah, lalang ditanam lalang tumbuah.
Kebaikan yang diperbuat oleh seseorang akan berbalas dengan kebaikan, begitu juga sebaliknya.
429. Padi dikabek jo daunnyo, batang ditungkek jo dahannyo.
Kebijaksanaan yang dipakai oleh seseorang didalam memimpin anak kemenakan, untuk menggongkosinya dicari suatu usaha.
430. Papek dilua runciang didalam, talunjuak luruih kalingkiang bakaiek.
Sifat yang sangat tercela, mulut manis tetapi hati jahat, dan berbisa.
431. Pikia palito hati, tanang hulu bicaro.
Pikiran yang mempunyai pertimbangan adalah penangkal lampu yang menerangi bagi hati, dan ketenangan akan mengeluarkan bicara yang berguna.
432. Pilin kacang nak mamanjek, pilin jariang nak barisi.
Seseorang yang berusaha dengan cara yang tidak benar untuk mendapatkan sesuatu.
433. Panjeklah batang tinggi-tinggi, basuo pucuak silaronyo, kalilah urek dalam-dalam basuo urek tunggang jo isinyo.
Seseorang yang benar-benar mendalami ajaran adat Minangkabau, dengan menelaah kalimat demi kalimat dari filsafatnya, dia akan peroleh mutiara berharga untuk kehidupan.
434. Putiah manahan sasah, hitam manahan tapo.
Yang dikatakan kebenaran boleh tahan uji, asal orang yang waras semua mengatakan benar.
435. Padanggantiang baranah-ranah, kahilia jalan kapianggu, sasimpang jalan kasikabu Duduak samo randah tagak samo tinggi dalam adat Minangkabau.
Didalam ajaran adat manusia tidak berkasta, tetapi yang membedakan budi dan jabatan yang dipilih bersama.
436. Pulai batingkek naiak, maninggakan ruweh jo buku, manusia batingkek turun, maninggakan barih jo balabeh
Setiap pribadi menurut ajaran adat Minangkabau haruslah berusaha meninggalkan jasa yang baik terhadap anak cucu dan masyarakat.
437. Partamo banamo Minang, Minangkabau namo kaduo, nan kayo mandi baranang, nan bansaik bandi batimbo.
Didalam menghadapi kerja bersama haruslah ikut serta setiap orang menurut kemampuannya masing-masing untuk pengorbanan
438. Partamo cupak usali, kaduo cupak buatan. Kalau dulu disasali manjadi tuah panda- patan.
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.
439. Patah de mamapek, maja de mangilia, dek harum talalu angik.
Sesuatu pekerjaan yang dikerjakan, atau pengajaran terhadap seseorang terlalu melampaui batas hingga tidak mencapai hasil yang diharapkan.
440. Pucuak dicinto ulam tibo, sumua dikali aia dapek.
Seseorang yang mencinta sesuatu yang dirindukan tiba-tiba datang dengan segera.
441. Panakiak pisau sirauik, ambiak galah batang lintabuang, silodang ambiak kaniru, satitiak jadikan lauik, nan sakapa jadikan gunuang alam takambang jadi guru.
Adat Minangkabau dipelajari oleh nenek moyang dahulunya, dari ketentuan alam terkembang jadi guru.
442. Partamo lareh nan tinggi, kaduo lareh nan bunta, kalau tak pandai kito mambimbiang indak katantu sah jo bata.
Bagi seorang bapak/mamak di Minangkabau kalau tidak memberikan bimbingan sungguh-sungguh terhadap anak kemenakan, tidaklah diketahuinya sah dan batal.
443. Pandai mangulai ambuang-ambuang, bak umpamo gulai kincuang, baunnyo maimbau imbau, tapi rasonyo amba sajo.
Seseorang yang senantiasa berjanji muluk, tetapi sekalipun tidak terpenuhi.
444. Pangka kusuik ujuang bakaruik, ikua kupiak kapalo randah.
Seseorang yang selalu bersifat ragu dan enggan karena kurang pengetahuan dan pengecut.
445. Pandai batanam tabu dibibia, pandai baminyak aia.
Orang yang selalu bermulut manis, tetapi di hatinya bersarang dengki dan khianat.
446. Pusek jalo kumpulan ikan, pucuak usah tarateh, urek ijan taganjak.
Pimpinan seperti ibu dan bapak, guru, merupakan tumpukan dari segala contoh baik dan buruk bagi anak-anaknya.
447. Pasa jalan dek batampuah, lanca kaji dek ba ulang.
Pengetahuan didapat dengan dipelajari, untuk lebih praktis harus diamalkan dalam kehidupan.
448. Pandai karano batanyo, tahu karano baguru.
Pengetahuan diperdapat karena belajar, pendidikan dan banyak bertanya kepada orang yang tahu.
449. Panjang namuah dikarek senteng namuah dibilai, singkek namuah diuleh, kurang namuah ditukuak.
Sebaik-baik manusia mau menerima nasehat dari pada orang lain dan menggakui kelemahannya.
450. Rarak kalikih dek minalu, tumbuah sarumpun jo kayu kalek. Kok habih raso jo malu bak kayu lungga pangabek.
Kalau rasa malu telah hilang dari manusia, maka manusia itu sulit untuk diarahkan kepada kebaikan, dan sulit untuk menyusun masyarakat.
451. Ratak indak mambao caro, rannyuak nan indak mambao hilang.
Persengketaan dalam rumah tangga dan keluarga, jangan mengakibatkan putusnya hubungan kekeluargaan.
452. Rumah tampak jalan indak tantu, angan lalu faham tatumbuak.
Seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu, tetapi tidak mendapat jalan dan pengetahuan untuk mencapainya.
453. Raso aia kapamatang, raso minyak kakuali, nan bakabek rasan tali, nan babungkuih rasan daun.
Seseorang yang mempunyai hubungan kekeluargaan, sedarah, sekampung, senagari, senegara, dia akan selalu berpihak dalam pembelaan keluarga.
454. Rumah indak batungganai, kappa nan indak banangkodoh.
Masyarakat atau keluarga yang tidak mempunyai pemimpin, sama halnya seumpama kapal tanpa nakhoda.
456. Rumah gadangbaribapintu, nak tarang jalan kahalaman, kalau dikumpa saleba kuku jikok dikambang saleba alam.
Ajaran adat Minangkabau akan dapat dimamfaatkan untuk mengatur masyarakat, semenjak dari yang kecil seperti keluarga, sampai kepada yang lebih besar seperti negara dan dunia.
457. Riwayaik jambi lah tasabuik, panjang tajelo disilukah, barih balabeh mangkonyo cukuik, sampai ka hulu baru sudah.
Ajaran adat Minangkabau dengan segala persoalannya dapat dipahami apabila didalami. Adat sebagai kebudayaan dan adat sebagai budi pekerti.
458. Rupo mangatokan harago, kurenah manunjuakan laku, walau nan lahia tampak dek mato, nan bathin tasimpan dalam itu.
Kalau dipelajari ajaran adat yang dihimpun dalam pepatah petitih, mamang dan bidal, mengandung arti lahir dan bathin.
459. Raso dibaok naiak, pareso dibaok turun.
Pembinaan pribadi yang baik hendaklah dimulai dalam lingkungan anak kemenakan.
460. Raso kabarek dilapehkan, raso kasulik dielakkan, bak cando mangganggam baro.
Seseorang yang tidak bertanggung jawab kepada tugas dan kewajibannya.
461. Surang makan cubadak, sadonyo kanai gatahnyo, saikua kabau bakubang sakandang kanai luluaknyo.
Sesuatu perbuatan yang tercela menurut adat dan agama di Minangkabau yang dikerjakan oleh seorang anggota masyarakat, maka malu dirasakan oleh seluruh anggota kaum yang lain.
462. Sio-sio- nagari alah, kalau cilako utang tumbuah.
Pekerjaan yang sia-sia dan berbahaya akan mengakibatkan kerugian bersama, berbuat salah mengakibatkan terjadinya hutang.
463. Sayang di anak dilacuti, sayang di kampuang ditinggakan.
Kalau sayang kepada anak jangan dibiarkan dia mengerjakan yang tidak baik, harus dimarahi. Kalau cinta sama kampung harus ditinggalkan untuk mencari pengetahuan untuk disumbangkan akhirnya kelak.
464. Sadang manyalam minum aia, sadang badiang nasi masak.
Sesuatu pekerjaan yang dapat dikerjakan sambil lalu, dengan tidak mengurangi kepada pekerjaan yang sedang dilakukan.
465. Senteang bilai mambilai, panjang karek mangarek.
Hendaklah memberikan pertolongan kepada teman yang sedang dalam kesusahan, dan memberi nasehat kalau dia terlanjur.
466. Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang.
Berusahalah dengan dasar pengetahuan yang ada untuk melanjutkan mencapai pengetahuan yang lebih tinggi.
467. Suri tagantuang ditanuni, luak taganang kito sauak.
Tentang ajaran adat yang secara mutlak dilaksanakan, tanpa dimusyawarahkan.
468. Sakalam kalam hari sabuah bintang bacahayo juo.
Tidak seluruh orang keluar dari garis kebenaran, sekurang-kurangnya satu orang ada yang menegakkannya.
469. Sabanta sakalang hulu, salapiak sakatiduran.
Dua orang berteman secara akrab yang sulit untuk dipisahkan.
470. Sandi banamo alua adat, tonggak banamo kasandaran.
Hikmah rumah adat di Minangkabau, yang sendinya kebenaran bersama, sandaran kuat hukum adatnya.
471. Sasiuak namuah ka api, salewai namuah ka aia.
Seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang tidak baik.
472. Satali pambali kumayan, sakupang pambali katayo, sakali lancuang kaujian, salamo hiduik urang indak picayo.
Haruslah bersifat jujur dan benar dalam pergaulan, kalau kelihatan kecurangan satu kali selamanya orang tidak percaya lagi.
473. Syarak banamo lazim, adat nan banamo kewi, habih tahun baganti musim, buatan nan usah diubahi.
Bagaimanapun kesulitan yang dihadapi, kesengsaraan yang dialami, tetapi keputusan bersama jangan dirobah.
474. Siang manjadi tungkek, malam manjadi kalang.
Hendaklah pegang dan amalkan setiap pelajaran yang baik dan nasehat orang tua.
475. Sungguahlah kokoh adat Minang, mambuek adat jo limbago, malangnyo panjajah datang, rusaklah adat dibueknyo.
Adat Minang yang kuat dan kokoh dulunya telah banyak dirusak oleh penjajah dizaman lampau.
476. Satuntuang tabu dek ulek, satuntuang sajo kito buang.
Seorang berbuat salah jangan semua keluarga dibenci.
477. Sirauik tajam batimba, tak ujuang pangka manganai, sudu-sudu batimba jalan, ditakiak kanai gatahnyo. Kalauik tuah takaba, bumi jo langik nan mananai. Duduak dikampuang jan umbilan, kandang buek tumpuan tanyo.
Seharusnya setiap orang Minangkabau mengetahui tentang seluk beluk filsafat adatnya, karena semua bangsa mengenal keunikan adat Minangkabau itu, terutama tentang sistim kekerabatannya dan matrilinialnya.
478. Siriahlah pulang kagagang, pinanglah suruik katampuaknyo. Karih baliak kasaruangnyo, baju tasaruang ka nan punyo, ameh pulang katambangnyo.
Suatu benda berharga yang sudah lama tidak ditemui, sekarang kembali kepada yang empunya semula, seperti merebut tanah air dari tangan penjajah, sampai kita merdeka.
479. Sadang baguru kapalang aja, lai bak bungo kambang tak jadi. Kunun kok dapek dek mandangga, tidak didalam dihalusi.
Setiap menuntut pengetahuan jangan putus ditengah, dan kurang mamfaatnya dengan mendengar saja, kalau dibandingkan dengan belajar sesungguhnya.
480. Sabab karano dek baitu, tumbuahlah niaik dalam hati, nak manuruik tambo nan dahulu sajarah adat nan usali.
Kalau ajaran adat telah dapat dipahami kemana masyarakat hendak dibawa oleh ajaran adat itu maka akan timbullah hasrat untuk mendalamnya.
481. Sangajo guno diuraikan, kahadapan nan basamo, untuak nak samo dipikiakan, nak samo dirunuak nan tujuan.
Penggugah hati para pembaca terutama putra Minang untuk mendalami filsafat adatnya.
482. Satinggi-tinggi malantiang, mambubuang ka awang-awang, suruiknyo katanah juo. Sahabih dahan jo rantiang, dikubak dikulik batang, tareh panguba barunyo nyato.
Adat Minangkabau tidak akan bisa dipahami secara baik, apalagi untuk dihayati dan diamalkan tanpa mendalami sungguh-sungguh.
483. Santan babaleh jo tubo, nikmat babaleh jo sansaro.
Kebaikan yang pernah diberikan seseorang kepada orang lain, tetapi balasannya dengan yang buruk.
484. Saumpamo aua jo tabiang, umpamo ikan jo aia.
Pergaulan yang baik saling bantu membantu dan kuat menguatkan, dan saling membutuhkan.
485. Sikujua baladang kapeh, kambanglah bungo karawitan. Kok mujua mandeh malapeh bak ayam pulang kapautan.
Setiap orang pergi merantau mengharapkan kehidupan yang baik dan pendapatan yang akan dibawa kekampung halaman.
486. Tak lakang dek paneh tak lapuak dek hujan, dianjak tak layua, dibubuik tak mati.
Kebenaran yang dikandung oleh Adat Minangkabau, karena ajarannya bersumber dari ketentuan alam yang disusun jadi pepatah yang senantiasa kebenarannya tidak dapat dibantah.
487. Tabujua lalu tabalintang patah.
Untuk mempertahankan kebenaran hendaklah dengan kegigihan yang sungguh-sungguh.
488. Tarandam-randam indak basah, tarapuang-apuang indak hanyuik.
Sesuatu perkara yang tidak jelas duduknya, selesai tidak diusutpun tidak.
489. Tak ujuang pangka mangganai, saragi baliak batimba.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan dan alat-alat yang lengkap, yang dapat dipakai serba guna.
490. Tasingguang kanai miangnyo, tagisia kanai rabehnyo.
Kesalahan yang dibikin oleh seseorang, merembet-rembet kepada orang lain.
491. Tak siriah pinang mamalan, tak pasin anguakpun tibo.
Seseorang yang pandai mengikat seseorang dengan suatu perhitungan.
492. Tak laju bandiang mamacah, tak lalu dandang di aia, digurun ditajakkan juo.
Seseorang yang berpikiran jahat kepada orang lain, dia selalu berusaha untuk melaksanakan dimana dan kapan saja.
493. Tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun, tarapuang samo hanyuik, tarandam samo basah.
Kerja sama yang baik dalam masyarakat, kesatuan hati dan pikiran, kesatuan pendapat dan gerak adalah pokok utama.
494. Titiak buliah ditampuang, maleleh buliah dibaliak.
Hasil kerja sama yang baik ini akan dapat dinikmati bersama oleh orang banyak.
495. Tagak indak tasundak, malenggang indak tapampeh.
Seseorang pemimpin yang punya wewenang penuh dan wibawa.
496. Talalok talalu mati, manyuruak talalu hilang.
Seorang pandai yang meinsulirkan diri dari masyarakat dan tak ingin bertanggung jawab.
497. Tinggi lonjak gadang galapuah, nan lago dibawah sajo.
Sifat seseorang yang senantiasa segala pandai dihadapan orang yang tak tahu, tetapi sebenarnya kosong belaka.
498. Tampek bagantuang nan lah sakah, bakeh bapijak nan lah taban.
Kehilangan orang yang akan membimbing dan membela, si anak kehilangan ayahnya.
499. Talangkang carano kaco, badarai carano kendi, padi nan samo rang gantangkan. Bacanggang karano budi, bacarai karano baso, itu nan samo rang pantangkan.
Berpisah dan berpecah hati satu dengan yang lain akibat budi telah rusak dan karena kurang sopan sangat tidak di ingini dalam adat Minangkabau dalam bergaul dengan siapa saja.
500. Hiduik batungkek batang bodi, mati bapuntiang ditanah sirah. Jikok  pandai bamain budi, dalam aia badan indak basah.
Dalam pergaulan kalau budi selalu diamalkan dan menjadi perhatian terhadap diri dan orang lain, keuntungannya sangat banyak sekali.


Pepatah Petitih Minangkabau 401 - 500