Masjid MQ berada di dalam kompleks perumahan Bukit Az-Zikra, tak jauh dari tol Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Bogor. Bangunan megah itu tampak semakin gagah karena dibangun di puncak bukit salah satu kawasan di Sentul Selatan. Masjid itu menjadi simbol utama kompleks perumahan yang juga dikonsep menjadi permukiman muslim tersebut.
Masjid ini mulai dibangun pada 22 Juli 2007 dan diresmikan penggunaannya pada 16 Februari 2009. Seluruh kebutuhan dana yang digunakan untuk pembangunannya didukung oleh “World Islamic Call Society”, sebuah organisasi dakwah Islam antarbangsa yang berpusat di Tripoli, Libya. Oleh karena itulah nama pemimpin Libya Moammar Qaddafy dipilih sebagai nama Masjid ini.
Salah satu bangunan yang sarat makna adalah Payung Nabawi. Replika dua Payung Nabawi yang terletak di lantai satu atau di depan pintu masuk Masjid ini, menambah kelengkapan tampilan arsitektural bangunan Masjid yang memiliki bangunan seluas 12.600 meter persegi tersebut. Pengelolaan Masjid ini berada dalam tanggung jawab Yayasan Majelis Dzikir Az-Zikra yang diketuai oleh Ust. Arifin Ilham.
Terkait dengan keputusan Yayasan Majelis Az-Zikra memberi nama Muammar Qaddafy, itu hanyalah persoalan penghargaan dan penghormatan terhadap kepedulian pemimpin Libya tersebut. Terutama, terhadap perkembangan dakwah Islam hingga ke Indonesia.
Pihak pemberi dana berpesan, bahwa Masjid Muammar Qaddafy yang mereka danai itu tidak boleh digunakan untuk kegiatan ekstremisme dan radikalisme. Termasuk, kegiatan-kegiatan yang melenceng dari Islam, misalnya Ahmadiyah.
Banyak kalangan yang kagum kepada sosok pemimpin Libya yang sering dianggap diktator oleh banyak pihak tersebut. Sebab, komitmen Qaddafy lewat lembaganya untuk melakukan dakwah di sejumlah negara tetap tak terganggu meski dalam negeri mereka dalam situasi sulit.
Rencana ke depan, Masjid yang memiliki menara sekitar 57 meter di sisi kiri belakang bangunan utama Masjid itu akan dikembangkan menjadi Qaddafy Islamic Center (QIC). Menurut rencana, selain mendirikan pondok pesantren, Majelis Az-Zikra berencana mendirikan universitas.
Universitas tersebut didesain seperti cabang atau perwakilan universitas di Libya untuk Asia Tenggara. Seperti diketahui, setiap tahun Libya mengundang sejumlah mahasiswa muslim dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk belajar di negaranya. Biayanya gratis.
Jemaah Lakukan Shalat Ghaib di Masjid Muammar Qaddafy
Masjid ini mulai dibangun pada 22 Juli 2007 dan diresmikan penggunaannya pada 16 Februari 2009. Seluruh kebutuhan dana yang digunakan untuk pembangunannya didukung oleh “World Islamic Call Society”, sebuah organisasi dakwah Islam antarbangsa yang berpusat di Tripoli, Libya. Oleh karena itulah nama pemimpin Libya Moammar Qaddafy dipilih sebagai nama Masjid ini.
Salah satu bangunan yang sarat makna adalah Payung Nabawi. Replika dua Payung Nabawi yang terletak di lantai satu atau di depan pintu masuk Masjid ini, menambah kelengkapan tampilan arsitektural bangunan Masjid yang memiliki bangunan seluas 12.600 meter persegi tersebut. Pengelolaan Masjid ini berada dalam tanggung jawab Yayasan Majelis Dzikir Az-Zikra yang diketuai oleh Ust. Arifin Ilham.
Terkait dengan keputusan Yayasan Majelis Az-Zikra memberi nama Muammar Qaddafy, itu hanyalah persoalan penghargaan dan penghormatan terhadap kepedulian pemimpin Libya tersebut. Terutama, terhadap perkembangan dakwah Islam hingga ke Indonesia.
Pihak pemberi dana berpesan, bahwa Masjid Muammar Qaddafy yang mereka danai itu tidak boleh digunakan untuk kegiatan ekstremisme dan radikalisme. Termasuk, kegiatan-kegiatan yang melenceng dari Islam, misalnya Ahmadiyah.
Banyak kalangan yang kagum kepada sosok pemimpin Libya yang sering dianggap diktator oleh banyak pihak tersebut. Sebab, komitmen Qaddafy lewat lembaganya untuk melakukan dakwah di sejumlah negara tetap tak terganggu meski dalam negeri mereka dalam situasi sulit.
Rencana ke depan, Masjid yang memiliki menara sekitar 57 meter di sisi kiri belakang bangunan utama Masjid itu akan dikembangkan menjadi Qaddafy Islamic Center (QIC). Menurut rencana, selain mendirikan pondok pesantren, Majelis Az-Zikra berencana mendirikan universitas.
Universitas tersebut didesain seperti cabang atau perwakilan universitas di Libya untuk Asia Tenggara. Seperti diketahui, setiap tahun Libya mengundang sejumlah mahasiswa muslim dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk belajar di negaranya. Biayanya gratis.
Jemaah Lakukan Shalat Ghaib di Masjid Muammar Qaddafy
Kematian Muammar Qaddafy membuat pengurus Masjid meminta jemaah mengadakan Shalat Ghaib mendoakan almarhum mantan pemimpin Libya tersebut. Bukan hanya itu sang khotib dalam khotbahnya juga meyinggung keberanian Qaddafy yang disebutnya singa dari gurun pasir yang menentang kezoliman, kapitalisme dan neoliberal. “Manusia diciptakan Allah dan sifat yang baik dan buruk. Mungkin di mata rakyatnya Muammar Qaddafy buruk, tapi di sisi lain dia banyak memperjuangkan semangat Islam di dunia,” ujar khotib KH Mahyudi, Jumat (21/10).
Keberanianya menentang kapitalisme, neoliberalisme dan kebijakan Perserikat Bangsa-Bangsa (PBB) yang merugikan umat Islam adalah bukti nyatanya. “Belum lagi bantuannya dalam menyiarkan Islam dengan mendirikan Masjid di sejumlah negara termasuk di Masjid ini,” ujarnya.
Sebelum menutup khotbah keduanya, KH Mayudi Juanedi mengajak jemaah mendoakan Muammar Qaddafy agar segala amal ibadahnya diterima Allah SWT. Sebelum khotib naik mimbar, pembawa acara juga menyampaikan berita duka cita atas meninggalnya Muammar Qaddafy. “Meninggalnya sesorang jangan membicarakan keburukan, tapi lihat, contoh dan bicarakan yang baik-baik. Begitupula atas minggalnya Muammar Qaddafy,” pintanya.
Dia lalu mengajak jemaah selesai Shalat Jumat untuk Shalat Gaib. Usai Shalat Jumat, hampir seluruh jemaat Shalat Ghaib lalu sang imam memimpin doa khusus buat almarhum mantan pemimpin Libya itu.
Masjid dengan tiga lantai ini diresmikan 16 Februari 2009. “Semua dana dari The World Islamic Call Society (WICS). Sebuah organisasi dakwah Islam internasional berpusat di Tripoli, Libya, bentukan Muammar Qaddafy. Tidak ada bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Meski demikian WICS atau pemerintah Libya tak pernah ikut campur dalam urusan Masjid ini. Termasuk desain dan nama Masjid yang diberi nama Muammar Qaddafy. “Soal nama Masjid, semata-mata penghargaan dan kepedulian almarhum terutama terhadap perkembangan dakwah Islam,” timpal KH Mahyudi Junaedi.
Setiap tahun Masjid ini mendapat bantuan dari WICS. Namun, Budi maupun KH Mahyudi tak menyebutkan nilainya. “Terakhir Maret lalu. Bayangkan, negara berkecamuk perang saudara, tapi tetap menjaga komitmen mengirim bantuan,” ucap KH Junaedi dengan nada bergetar. [KbrNet/JP/slm]
Keberanianya menentang kapitalisme, neoliberalisme dan kebijakan Perserikat Bangsa-Bangsa (PBB) yang merugikan umat Islam adalah bukti nyatanya. “Belum lagi bantuannya dalam menyiarkan Islam dengan mendirikan Masjid di sejumlah negara termasuk di Masjid ini,” ujarnya.
Sebelum menutup khotbah keduanya, KH Mayudi Juanedi mengajak jemaah mendoakan Muammar Qaddafy agar segala amal ibadahnya diterima Allah SWT. Sebelum khotib naik mimbar, pembawa acara juga menyampaikan berita duka cita atas meninggalnya Muammar Qaddafy. “Meninggalnya sesorang jangan membicarakan keburukan, tapi lihat, contoh dan bicarakan yang baik-baik. Begitupula atas minggalnya Muammar Qaddafy,” pintanya.
Dia lalu mengajak jemaah selesai Shalat Jumat untuk Shalat Gaib. Usai Shalat Jumat, hampir seluruh jemaat Shalat Ghaib lalu sang imam memimpin doa khusus buat almarhum mantan pemimpin Libya itu.
Masjid dengan tiga lantai ini diresmikan 16 Februari 2009. “Semua dana dari The World Islamic Call Society (WICS). Sebuah organisasi dakwah Islam internasional berpusat di Tripoli, Libya, bentukan Muammar Qaddafy. Tidak ada bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Meski demikian WICS atau pemerintah Libya tak pernah ikut campur dalam urusan Masjid ini. Termasuk desain dan nama Masjid yang diberi nama Muammar Qaddafy. “Soal nama Masjid, semata-mata penghargaan dan kepedulian almarhum terutama terhadap perkembangan dakwah Islam,” timpal KH Mahyudi Junaedi.
Setiap tahun Masjid ini mendapat bantuan dari WICS. Namun, Budi maupun KH Mahyudi tak menyebutkan nilainya. “Terakhir Maret lalu. Bayangkan, negara berkecamuk perang saudara, tapi tetap menjaga komitmen mengirim bantuan,” ucap KH Junaedi dengan nada bergetar. [KbrNet/JP/slm]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar