Jumat, Juni 17

Cermin yang Terlupakan


Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka
Smith, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang
tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan
anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.
Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang
yang tidak dibutuhkan lagi.

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka
menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang.
Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan
sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah
digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu
tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di
rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang
menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan. Demikianlah,
cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu,
mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan
cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan
meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah
mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas
yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual.
Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-
anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang
membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith. "Berapa harga cermin itu?"
katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith
tercengang. "Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin
itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya. "Ya, tentu saja.
Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak
tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun
sangat mulus, namun baginya cermin itu
tetaplah jelek dan tidak berharga. Setelah berpikir sejenak, Mrs.
Smith berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu
dolar." Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya,
menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "sekarang cermin itu jadi milik
Anda. Apakah perlu dibungkus?"

"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang."
jawab si pembeli.

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil
cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia
mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia
melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari
baliknya. Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah,
dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari
lapisan pelindung bingkai itu!

"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu
dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin
indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat
yang
lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang
kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan.
Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita
jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi,
pegi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap
hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik
pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu
jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan
itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat
memperkaya hidup kita.

Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur
hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali
dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk
kita. Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas?
Akankah kita
membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang
kita
inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith
menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita
menyadari
keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.

Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup
hanyalah
rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut
dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru,
belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik. Mari kita melakukan
sesuatu yang baru. Mari kita membuat perbedaan! Mari kita jelang tahun
yang baru ini dengan suatu semangat baru untuk menjalani hidup lebih
baik setiap hari.

Tidak ada komentar: